Cerita-ku

 

ANAK KECIL PENGENDARA SEPEDA..

Ibu sedang memberitahu anak-anak apa yang harus mereka beli pagi itu. Beliau berbaring di ranjang karena sakit. Ibu tak bisa pergi berbelanja dan bekerja hari itu.

Jane sudah membereskan rumah mereka sebaik-baiknya. Will sudah menyiapkan kayu bakar dan batu bara untuk perapian. Sekarang keduanya hendak pergi berbelanja.

Jane memperhatikan daftar belanja. "Sebetulnya, aku ingin membelikan telur dan buah-buahan untuk ibu", ujarnya. Kata dokter, Ibu harus makan telur dan buah-buahan. Tapi, mengapa Ibu tidak memasukkan daftar belanja, Bu ?"

"Uangnya tidak cukup, sayang," sahut Ibu. "Jadi, terpaksa tak kita beli telur dan buah-buahan seperti yang dianjurkan dokter. Ibu bersyukur punya dua anak manis seperti kalian. Buat Ibu, lebih penting punya kalian daripada makan telur dan buah-buahan."

"Terus terang, aku ingin Ibu bisa punya semuanya," kata Will. Dia mengambil keranjang belanjaan, lalu kedua anak itu pun berangkat ke kota. Hari itu hari Sabtu. Masih pagi. Tapi, jalan sangat ramai. Mobil lalu-lalang. Anak-anak naik sepeda ke sana dan ke mari.

Mendadak kedengaran ada yang berteriak. "Awas! Celaka kau nanti !"

Jane dan Will menoleh. Dari bukit datang sepeda dikendari oleh seorang anak lelaki dengan kecepatan yang sangat tinggi. Rupanya dia lupa mengerem. Dia membelokkan sepedanya di tikungan dekat tempat Jane berdiri tanpa memberi tanda pada mobil yang lewat. Mobil yang persis hendak lewat me-rem mendadak hingga hampir naik ke trotoar.

Anak yang naik sepeda tadi jauth. Dia terduduk di tanah sambil menangis meraung-raung. Tangannya lecet. Kakinya luka.

Will mendirikan sepeda anak itu. Roda depannya bengkok. Jane menolong anak itu berdiri, lalu membersihkan debu dari pakaiannya. Orang berdatangan merubung pada anak itu. Tetapi, karena melihat sudah ada dua orang anak yang menolong dan anak itu tidak terluka parah, mereka lalu pergi lagi. Tidak begitu halnya dengan sopir mobil yang terpaksa me-rem mendadak tadi. Lelaki yang mengemudikan mobil itu berteriak marah, "Jangan naik sepeda di jalanan kalau belum tahu tata tertib lalu lintar."

Anak itu masih menangis, "Hus, diam," kata Will. "Jangan menangis terus. Kau beruntung lukamu tidak parah. Nanti kami antar kau pulang. Di mana rumahmu ?"

"Di rumah besar di sana," tunjuk anak itu ke arah bukit. "Kami baru pindah ke situ kira-kira dua minggu yang lalu. Oh, lututku sakit!"

"Lututmu itu, cuma perlu dibersihkan," ucap Jane. "Yuk, kami antar kau pulang. Biar Will yang membawa sepedamu. Ibumu bisa membersihkan dan kemudian membalut luka di lututmu."

"Kau saja yang membersihkan lukanya," anak itu berkata. "Namaku Mike. Kau siapa?"

Sambil mengusap air matanya, naka itu berjalan bersama Jane dan Will. Dia menceritakan tentang rumah barunya yang punya kebun indah.

"Ada buah pir di sana," ujarnya. "Buah premnya sudah masak di pohon. Selain itu apelnya banyak sekali."

"Asyik betul," sahut Jane. "Kami cuma punya sebatang pohon buah di halaman rumah kami. Pohon apel. Itu tidak pernah berbuah."

Mereka membelok dan masuk ke halaman besar rumah Mike. Besar betul rumah itu. Jane sampai ngeri. "Rasanya, sampai sini saja kami mengantarmu."

"Jangan. Masuklah dahulu ke kamar bermainku," kata Mike. "Katanya kau mau membersihkan lukaku. Aku tak mau Ibu yang membersihkannya."

"Mengapa ?" tanya Jane. "Aku paling ingin dirawat Ibu kalau sakit atau luka".

Mereka sampai ke ruang bermain yang luas dan mempunyai pintu lebar ke arah kebun. Mereka masuk ke dalamnya. Ada wastafel dengan keran air dingin dan panas di ujung ruang bermain itu. Cepat Jane ke sana. Dicarinya handuk kecil yang bersih, lalu dibersihkannya luka Mike dengan hati-hati.

Mike mulai bicara. "Kaulihat aku turun naik sepeda dari bukit tadi ? Kencang ya ? Sebetulnya aku tidak diperbolehkan keluar dari halaman untuk bersepeda. Aku disuruh menunggu sampai sudah terbiasa naik sepeda. Sepedaku baru tiga hari umurnya. Ibu melarangku naik sepeda ke jalan".

Jane berhenti membersihkan lutut anak itu. Dia mendelik. "Ibumu betul. Kau bisa celaka tadi, Mike. Kau menuruni jalan itu tanpa memasang rem sama sekali. Bagaiman kalau sampai tergilas mobil ? Pasti Ibumu marah kalau mendengar."

"Tidak. Ibu takkan mendengar," kata Mike. "Aku takkan mengatakan kepadanya. Ibu pasti mengira aku jatuh di kebun. Aku sering tidak memberitahu ibuku tentang apa yang aku alami. "

"Kalau beigut, sudah sepantasnya kau celaka," kata Will marah. "Coba lihat ! Kau punya rumah besar dan bagus seperti ini, punya halaman luas dan indah, punya sepeda baru, punya ibu yang baik – tapi, apa yang kau lakukan ? Kau pergi melanggar perintah ibumu. Dan sekarang kau akan membohongi ibumu pula. Kita pulang, yuk, Jane. Biarkan saja lukanya. Tak ada gunanya kita mengantar dia pulang dan repot-repot mengurusi dia !"

Terdengar ada yang bergerak di sebelah ruangan. Seorang lelaki muncul. Ayah Mike. Rupanya dari tadi beliau ada di situ !

"Aku memperhatikan kalian berdua dari tadi," kata lelaki itu. "Betul ! Mike memang mesti diperlakukan begitu. Dia perlu kawan yang berani memberitahu dan memarahinya kalau dia bersalah! Anak itu manja, tidak menurut. Dia tak pernah bersyukur atas segala yang dimilikinya."

"Betul. Dia harus bersyukur," ujar Jane. Wajahnya merah padam. "Rumah kami cuma pondok kecil. Ibu kami sedang sakit. Membeli telur dan buah-buahan pun kami tidak mampu. Padahal, kata dokter Ibu harus banyak makan telur dan buah-buahan. Tak terpikir oleh kami berbuat tolol yang bisa mencelakakan seperti Mike tadi. Apalagi berbohong."

"Kau dengar, Mike ?" tanya ayahnya. "Sekarng kau tahu bagaimana pendapat anak-anak baik kalau kau menyombongkan diri tentang kenakalan dan kebiasaanmu membohong. Harusnya kau malu. Anak-anak seperti mereka inilah yang pantas jadi kawan-kawanmu. Tapi, sekarang, mereka takkan mau lagi bermain denganmu ."

Mike seperti mau menangis. Dia memegang tangan Jane.

"Aku cuma membual," katanya. "Kalau Ibuku sakit, aku pun akan merawatnya. Kasihan ibumu. Yah, bolehkan aku mengambil beberapa butir telur dari kandang ayam dan memetik buah pir dan prem untuk ibu Jane ? Jane, Will datanglah kalian ke sini lagi. Aku tidak punya kawan di sini."

Jane gembira sekali mendengar usul Mike tentang telur dan buah-buahan, makan yang diperlukan ibunya supaya cepat sembuh. Dia tersenyum pada Mike. "Rupanya kau tidak sejelek dugaanku," katanya. "Kalau diperbolehkan oleh ayahmy, tentu saja kami mau datang dan bermain kemari."

"Ya, sekaligus mengajarinya berpikir dengan betul dan bersikap baik pada orang lain," ujar ayah Mike. "Tentu saja kalian boleh datang kemar. "Ayo, sekarang kita ambil telur. Kalau ibu kalian sedang tidak memerlukan bantuan kalian, datanglah bermain kemari dan minum teh di sini."

Begitulah awal mula persahabatan Jane, Will dan Mike. Mike belajar banyak dari sahabat-sahabat barunya. Sebagai gantinya, dia memberi telur dan buah-buahan yang diperlukan ibu Jane dan Will agar beliau cepat sembuh.

Will mengajarinya tata tertib berlalu lintas. Sekarang Mike sudah diijinkan naik sepeda ke jalan. Sering dia meminjami Will dan Jane sepedanya. Betapa gaya rasanya Jane dan Will naik sepeda berbelanja !

Jane dan Will tidak tahu. Ayah dan Ibu Mike berniat menghadiahi mereka sepeda baru buat masing-masing kalau mereka ulang tahun nanti. Wah, pasti mereka terkejut dan girang bukan buatan !

(Clever One the Imp & Other stories – Enid Blyton – 1964 – Gramedia)

Home